Selasa, 05 Agustus 2014

Candi Purwo Banyuwangi





Sejak pemlaspas pertama yakni tahun 2007, odalan di Pura Candi Purwo diadakan setiap Purnama Ketiga, sesuai dengan pesan Prabu Brawijaya lima ratus tahun yang lalu,
Sekarang kita berpisah, nanti setelah 500 tahun yang akan datang, tiap Purnama ketiga kita kumpul di sini dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Aku akan datang menunggu Sabdapalon dan anak didiknya. Tempat ini aku akan ‘tengger’ dengan tongkat dari Betara Guru yang nantinya akan tumbuh menjadi pohon Kelampis Ireng, lambang kembalinya aku ke tanah Jawa bersama pasukan Negeri Majalengka Nusantara”.


Setiap odalan di Candi Purwo, umat dari luar Pondok Asem dan dari Bali makin bertambah seiring dengan mulai dikenalnya Candi Purwo. Untuk tahun 2011, odalan dilaksanakan secara istimewa karena bertepatan dengan pemlaspas patung Sabdapalon dan patung Hanoman Murti. Patung Sabdapalon tepat selesai pada tanggal 11 September 2011, sesuai dengan petunjuk bahwa tahun 2011 ini agar Patung Sabdapalon sudah ada. Diamanatkan bahwa tahun 2011 ini tonggak kembalinya Sabdapalon ke tanah Jawa. Sehingga upacaranya diberi nama “Mewali Sanghyang Sabdapalon ke tanah Jawa dan berstana di Candi Purwo”, sesuai amanat Prabu Brawijaya lima ratus tahun yang lalu bahwa beliau akan kembali bertemu di tempat ini.
Upacara Mewali Sabdapalon pada Purnama Ketiga tanggal 12 Sepetember 2011 di Candi Purwo dihadiri oleh sekitar 600 orang pemedek dari Bali dari berbagai komponen masyarakat. Rombongan berangkat dari Denpasar menggunakan dua belas bus dan mobil-mobil pribadi. Ditambah lagi dengan ratusan umat Hindu di Dusun Pondok Asem dan sekitarnya yang menyebabkan suasana di Gumuk Gadung Candi Purwo menjadi ramai.
Upacara dipuput oleh Ida Pedanda Gelgel dari Grya Blayu dan Ida Pedanda Grya Jaksa Manuaba Tabanan, dihadiri Ida Cokorda Denpasar beserta keluarga dan rombongan yang sejak awal telah memberikan dukungan dan perhatian khusus pada perwujudan Candi Purwo. Selain pemlaspas patung Sabdapalon Nayagenggong dan Hanoman Murti, acara ini menjadi semakin sakral dengan peed memundut pusaka-pusaka kebesaran Majapahit yang telah ditemukan selama pembangunan Candi Purwo. Pusaka yang disakralkan tersebut yakni Keris Maharaja, Tombak Tri Sula, Keris Siwa-Budha, dan Wayang emas Sabdapalon Nayagenggong. Kehadiran benda-benda pusaka peninggalan Majapahit sebagai simbol kembali berkumpul dan berstana para leluhur di Candi Purwo.
Dalam acara Mewali Sabdapalon ini, semua yang hadir sangat terharu akan kesucian tempat ini, dan terwujudnya Candi Purwo yang merupakan amanat leluhur sejak lima ratus tahun yang lalu. Tokoh masyarakat sekaligus tetua Dusun Pondok Asem yakni Mbah Sugondo meneteskan air mata terharu menyaksikan saudara-saudara dari Bali menyemut datang ke Gumuk Gadung untuk menstanakan kembali para leluhur Majapahit. Mbah Sugondo mengatakan bahwa masyarakat sekitar Alas Purwo sejak jaman dahulu sudah menunggu kapan Candi Purwo akan dibangun dan kapan patung Sabdapalon akan berdiri di Candi Purwo. Akhirnya baru kali ini Candi Purwo dapat dibangun dan patung Sabdapalon bisa berdiri. Ini merupakan kebangkitan spiritiual, kebangkitan nusantara. Inilah yang ditunggu-tungu masyarakat Jawa sejak lima ratus tahun yang lalu. Harapannya adalah setelah ini para leluhur semuanya menjadi tenang dan damai, kemudian berkenan menuntun para turunannya untuk menuju pada kebaikan dan kesejahteraan.
Pada kesempatan itu Raja Denpasar memberikan wejangan bahwa tempat ini mesti dibangun sesuai dengan amanat Sabdapalon dan Prabu Brawijaya. Raja menilai bahwa tempat ini adalah tempat yang masih sangat eksotik atau perawan, jauh dari jamahan tangan-angan kotor, sehingga aura kesuciannya masih sangat terasa. Tempat ini dijaga kemurniannya secara sekala dan niskala sejak lima ratus tahun yang lalu. Raja Denpasar yang juga sebagai ketua Dewan Raja-Raja se-Nusantara menyatakan bahwa Candi Purwo dijadikan “Kawitan” dari para keturunan Majapahit yang ada di seluruh Nusantara. Karena seperti diamanatkan oleh Sabdapalon dan Prabu Brawijaya untuk membangun tetengger di tempat ini sebagai stana seluruh Leluhur Majapahit.
Dalam kesempatan itu hadir pula komponen dari pemerintah Kabupaten Banyuwangi yakni Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi. Beliau terperangah ketika menyaksikan kemegahan Candi Purwo, serta menyambut baik keberadaan candi dalam rangka membangun kebhinekaan di Banyuwangi dan di Nusantara. Beliau berjanji akan memberikan fasilitas pendukung untuk nantinya Candi Purwo bisa menjadi salah satu objek wisata spiritual unggulan di Banyuwangi. Sambutan ini mendapat aplaus dari semua yang hadir.
Upacara Mewali Sabdapalon ke tanah Jawa di Candi Purwo ini berlangsung sejak sore hari sampai larut malam. Setelah pemlaspas patung Sabdapalon dan Hanoman Murti serta ngaturang piodalan oleh dua Pedanda, dilanjutkan dengan acara peresmian patung Sabdapalon Nayagenggong dan Patung Hanoman Murti yang dilakukan oleh Ida Cokorda Denpasar dan Kepala Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Banyuwangi, didampingi tokoh masyarakat dan sesepuh Desa Kedung Asri. Dilanjutkan persembahyangan bersama serta maecan-ecan dilakukan oleh Jero Mangku dari Bali dan Jero Mangku yang ada di Dusun Pondok Asem.
Ditampilkan pula tari baris gede yang dibawakan oleh keluarga besar Sentana Dalem Tarukan. Ditampilkan pula tari topeng keras, topeng tua, topeng Dalem Sidakarya, dan prembon berkolaborasi dengan sinden dari Pondok Asem. Penabuh yang mengiringi adalah gabungan dari penabuh yang ada di Dusun Pondok Asem dan pemedek dari Bali, sehingga nuansa Bineka Tunggal Ika sangat kental di Candi Purwo malam itu. Belum lagi alunan kidung wargasari ala Jawa berpadu dengan kidung wargasari ala Bali semakin menambah semarak acara di Candi Purwo.
Pada acara maecan-ecan danmemendak, para pemangku sebagian besar kerauhan, sebagai pertanda kehadiran para Sesuhunan, Betara Betari, Dewa-dewi, Para Leluhur, para Prajurit, dan Pengawal-pengawal niskala untuk ngayah di Candi Purwo. Kehadiran beliau-beliau ini sekaligus menyaksikan upacara Mewali Danghyang tanah Jawa yakni Sabdapalon Nayagengong dan para Leluhur Majapahit ke tanah Jawa untuk berstana di Candi Purwo. Ida Betara Dalem Majapahit yakni beliau Raden Wijaya (pendiri kerajaan Majapahit) dan Sang Prabu Brawijaya (raja terakhir Majapahit) berkenan tedun / hadir dalam upacara tersebut melalui kerauhan Jero Mangku A A Ngurah Mayun dari Puri Denpasar. Beliau Raden Wijaya dan Prabu Brawijaya bersabda bahwa seluruh Leluhur Majapahit telah hadir dan berstana di Candi Purwo. Oleh Karena itu Candi Purwo mesti dijadikan “Kawitan” seluruh turunan Majapahit yang ada di seluruh Nusantara. Beliau juga bersabda agar para sentana Majapahit untuk senantiasa meningkatkan keyakinan kehadapan Ida Sesuhunan dan meningkatkan hening pikiran karena beliau para leluhur telah berstana di Candi Purwo.
Acara berakhir tengah malam, namun para pemedek yang memenuhi areal Gumuk Gadung Candi Purwo makemit sampai pagi disertai kidung-kidung wargasari. Setelah upacara berakhir, pusaka-pusaka kebesaran Majapahit kembali di-pundut untuk dibawa ke Denpasar dan disimpan di Puri Denpasar. Saat subuh, para pemedek pun mepamit dari Candi Purwo.
Keangkeran Alas Purwo memang sudah dikenal sejak turun temurun, disamping keasrian, kemurnian dan kesuciannya. Kuatnya aura magis spiritual di Candi Purwo Gumuk Gadung memang tak bisa disangkal. Ada suatu kejadian mistis terjadi ketika malam odalan di Candi Purwo saat menstanakan Sabdapalon dan Nayagenggong. Malam itu upacara berlangsung ramai dalam kekusukan. Setelah acara usai, keesokan harinya beberapa masyarakat dari Desa Kedung Sumur (jaraknya beberapa kilometer dari Pondok Asem) dan masyarakat Kedung Asri banyak datang ke Candi Purwo. Masyarakat tersebut mengabarkan bahwa tadi malam tampak sinar berwarna biru kehijauan sangat besar jatuh di sekitar hutan bakau. Masyarakat tersebut tak menyangka kalau di Candi Purwo malam itu diadakan upacara besar.
Masyarakat yang melihat sinar gaib tersebut menceritakan kepada Wayan Sucita yang telah merintis pembangunan Candi Purwo bersama dengan masyarakat Pondok Asem. Bisa jadi sinar tersebut adalah penampakan dari kekuatan Leluhur, Betara Betari, Dewa Dewi, yang berkenan hadir menyaksikan acara itu, sekaligus berkenan bertana di Candi Purwo.
Kalau dikaitkan dengan situasi upacara di candi saat malam itu, bisa jadi bahwa kehadiran dari sinar biru kehijauan yang jatuh di candi menyebabkan para sadeg, pemangku kerauhan, sebagai pertanda beliau telah hadir. Termasuk kehadiran dari beliau Raden Wijaya dan Prabu Brawijaya melalui kerauhan Pemangku Puri. Hal ini memang sangat menakjubkan dan semakin meyakinkan pemedek bahwa Candi Purwo memang amanat leluhur dan para Dewata, Candi Purwo memang titah sejarah.
Foto-foto liputan dalam acara tersebut menunjukkan sesuatu yang mencengangkan. Ketika upacara maecan-ecan dan memendak Ida Betara yang diawali dengan pementasan tari Baris Gede, dalam foto muncul ribuan orb (penampakan lingkaran). Orb ini oleh kaum waskita dikatakan sebagai energi alam semesta, kekuatan suci para leluhur, energi atau kekuatan Betara Betari dan Dewa-dewa. Kemunculan orb tersebut diyakini sebagai kehadiran para roh leluhur yang telah suci dan kehadiran para prajurit yang begitu banyak untuk berstana dan mengawal nusantara ini dari alam niskala. (seperti yang dinyatakan lima ratus tahun yang lalu bahwa “….. lambang kembalinya aku ke tanah Jawa bersama pasukan Negeri Majalengka Nusantara”. Termasuk juga dalam acara merauhan, orb banyak bermunculan dalam foto. Sepertinya Ida Betara beserta seluruh leluhur Jawa berkenan hadir bersukaria karena telah terwujud stana beliau-beliau, setelah sekian lama berada di awang-awang. Sekarang sudah distanakan di sebuah tempat suci yang bernama Candi Purwo.
Wayan Sucita besama pemedek semakin yakin bahwa tedun-nya sinar gaib berwarna biru keemasan yang dilihat oleh masyarakat dari kejauhan, secara tak sengaja terekam oleh kamera foto pemedek yang mengabadikan acara maecan-ecan dan memendak di Candi Purwo. Sinar blits kameranya seperti dipantulkan oleh sebuah sinar besar di depannya. Ketika diperiksa hasil jepretannya, ternyata terdapat kelebatan sinar kehijauan menyilaukan berbentuk memanjang seperti keris menghadap ke bawah. Menurut Mangku Made Sudana dan Nyoman Badra, seorang waskita yang hadir pada saat itu menyatakan ia mendapat petunjuk bahwa sinar biru keemasan seperti keris yang terekam kamera foto itu adalah pertanda kehadiran beliau Ida Betara di Gunung Tugu.
Kemunculan ribuan orb tersebut menurut Ida Bagus Suteja, seorang spiritualis Kejawen mengatakan “memang sudah waktunya Beliau (para Leluhur) hadir di hadapan anak cucu beliau di nusantara yang selalu eling dan waspada serta selalu sujud bhakti kepada leluhur. Oleh karenanya beliau tampil dan muncul dalam bentuk sinar suci, aura gaib berupa sinar bulat cakra, kuning keemasan. Mari kita sambut kehadiran beliau”.
(Sumber: http://kanduksupatra.blogspot.co.id/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar